Oleh : Budi Wicaksono*
Pagi
ini aku begitu bersemangat karena akan berkunjung ke Sekolah Luar Biasa (SLB)
Putra Pertiwi, Tamanwinangun, Kebumen. Nyaris tepat 22 tahun, aku tahu
keberadaan SLB tersebut tetapi belum satu kali pun berkunjung ke sana. Akhirnya
hari ini diberikan kesempatan untuk berkunjung ke sana. Tanpa persiapan memang
dan mendadak karena aku hanya mengabari mbak Utami, teman baik ku yang aku
kenal lewat sosialisasi bahasa isyarat Indonesia (BISINDO) kala itu.
Bermodalkan sms, mbak Utami siap menemani petualanganku pagi itu.
Bergegas
motorku melaju ke SLB Putra Pertiwi, lokasinya memang tak jauh dari rumahku,
hanya 5 menit sudah sampai. Di jalan sebelum masuk gerbang bertemu Wawan, salah
seorang murid SLB di sana yang sedang membeli sayur. Langsung saja aku mengikuti
motor Wawan dari belakang. Seusai memarkirkan motor, begitu takjubnya hati ini
ketika berdiri tegak di SLB Putra Pertiwi. Hening, sunyi dan tentram itulah
kesan pertama kali yang aku rasakan.
|
Foto bersama mereka (Wawan, Septi, Puji, Novi, Imam dan
Mbak Utami) |
Mbak
Utami pun menghampiriku, mengajak ku untuk ikut berkumpul dengan teman-teman
yang lain. Ku tengok, ternyata Wawan dan teman-temannya sedang sarapan bersama.
Sembari menunggu teman-teman selesai makan saya pun mulai membuka pembicaraan
dengan mbak Utami. Tentunya bahasa isyarat Indonesia (BISINDO) menjadi bahasa
komunikasi andalanku, Ku tanyakan begini :
“Mbak, yang masak semua
anak-anak?”
“Tidak, ibu asrama yang
menyiapkan semua”
“Anak-anak di sini pada nginep di
asrama, banyak mbak ?”
“Iya di asrama, banyak ini ada 9
di kamar perempuan dan 3 orang di kamar laki-laki sebelah sana”.
“Sudah banyak yang pulang, kan
sudah libur, Mas”.
Anak
yang telah usai makan pun mulai gusar melihat aku berkomunikasi dengan mbak
Utami, mungkin dalam benaknya ada orang baru siapa ya ? Mbak Utami pun
memperkenalkan aku pada siswa-siswa di sana. Namanya Budi Wicaksono, dia
normal. Rasa antusias langsung menyelimuti mereka yang baru bertemu dengan ku.
Ku sapa mereka dengan bahasa isyarat, sepertinya mereka menyambut baik
kedatanganku, Alhamdulillah.
Saya
Septi, saya Ayu, saya Puji, saya Giar, saya Fia, saya Imam. Semua
memperkenalkan satu persatu dan mengerubungiku. Saya bilang selesaikan
makannya, lalu kita berkumpul bersama, kita akan belajar bersama. Mereka pun
setuju dan bergegas menyelesaikan makan mereka.
Di
luar dugaan, padahal aku ke SLB hanya ingin melakukan observasi untuk
penelitian skripsiku nanti, malah aku disiapkan sebuah ruangan untuk mengajar
anak-anak di sana. Tanpa persiapan materi apapun, Bismillahirrahmanirrahim baiklah, karena anak-anak di sini masih
susah dan malu untuk berkomunikasi maka hal pertama yang saya ingin ajarkan
adalah bahasa isyarat. Sebelumnya saya menjelaskan terlebih dahulu, perbedaan
bahasa isyarat yang mereka gunakan di sekolah dengan bahasa isyarat Indonesia.
Well, dari sini saya menangkap beberapa
catatan. Beberapa di antara mereka masih ada yang tidak mau menggunakan bahasa
isyarat karena susah. Selain itu, mereka lebih nyaman untuk berkomunikasi
secara oral dan memaksakan suara mereka keluar. Rasa percaya diri mereka pun
belum terbentuk sama sekali, terbukti ketika disuruh untuk mempraktikan bahasa
isyarat masih terkesan malu-malu kucing. Paling penting konsentrasi mereka
dalam belajar bahasa isyarat Indonesia belum fokus, dijumpai masih ada yang
bermain handphone sendiri, bergurau
bersama teman daripada memperhatikan saya, sang tutor.
Saya
tidak akan menyalahkan mereka, justru saya harus mengeluarkan strategi khusus
dan model belajar yang menyenangkan untuk mereka. Show up pun dimulai dengan menyelipkan games dalam belajar bahasa isyarat
Indonesia dinilai cukup berhasil. Evaluasi penguasaan bahasa isyarat pun saya
lakukan per individu dengan melihat kemampuan dan daya tangkap mereka. Alhamdulillah , materi dasar seperti
abjad, angka sudah mereka kuasai ditambah lagi bahasa isyarat yang sering
digunakan sehari-hari saya bagikan mereka untuk dipelajari.
Let’s move guys, itu yang selalu saya
tekankan pada teman-teman tunarungu. Kita boleh menggunakan sistem bahasa
isyarat (SIBI) untuk berkomunikasi. Tetapi, alangkah lebih bijak jika kalian
berusaha menggunakan bahasa isyarat Indonesia (BISINDO). Bukankah BISINDO
merupakan bahasa ibu kalian dan identitas kalian ? Jangan ragu untuk belajar
ya, itulah pesan yang saya utarakan kepada mereka. Saya juga menambahkan, jika
teman-teman menggunakan BISINDO niscaya teman-teman normal bisa berkomunikasi
dengan kalian. Jujur, menggunakan SIBI itu terlalu cepat dan susah untuk
memahami apa yang kalian sampaikan.
Lanjut
lagi, saya katakan pada mereka kalau kalian harus memiliki rasa percaya diri.
Semua sama, entah itu tunarungu maupun normal. Kita tidak boleh
membeda-bedakan. Untuk memperkuat pesanku, saya putarkan sebuah video dari program peduli. Mereka kembali menyimak,
kebetulan dalam tayangan tersebut ada interpreter
sign languange (ISL) nya, mereka pun senang, dan menunjukkan jari tangan
mereka pada bagian kotak kecil dibawah tayangan tersebut.
Pembelajaran
pun kembali berlanjut, kini saya mengeluarkan sebuah media, yakni kamus bahasa
isyarat Indonesia (BISINDO) yang dapat dipasang pada smartphone mereka. Saya tunjukkan kepada mereka, betapa penasaran
dan antusiasnya mereka, sampai-sampai mereka antri untuk meminta kiriman kamus
tersebut. Well, senang rasanya. Ku
pinta mereka untuk belajar mandiri, agar belajarnya tidak terputus di hari itu
saja.
Kurang
puas, tiba-tiba ada yang bertanya padaku begini : “ Teman tuli, apakah bisa
kuliah?” Kembali lagi saya harus mengahadpi pertanyaan seperti ini. Baiklah
saya jawab dengan sebuah video dari Nur Latifah, mahasiswa tunarungu yang
berhasil kuliah di Universitas Brawijaya, Malang. Video tersebut setidaknya
dapat menjawab rasa penasaran mereka. Terinspirasi dari tayangan yang diputar,
mereka pun menargetkan cita-cita. Ku tanya, apa cita-cita kalian ? Tak sedikit
yang menjawab ingin menjadi guru, Subhanallah,
bangganya hati ini mendengar jawab mereka. Giar, dan Fia siswa yang masih SD
sudah kepikiran untuk mengajar adik-adiknya nanti di sana kelak.
Saya
pun diajak berkeliling sekolah. Diperlihatkan ruangan belajar mereka, dan
diperkenalkan dengan kepala sekolah yang sangat ramah. Sempat mengobrol singkat
dengan ibu Tri terkait keberadaan teman-teman tunarungu di SLB ini. Setiap
lorong kelas mereka jelaskan padaku satu persatu. Tidaklah banyak kapasitas
siswa untuk satu kelasnya. Ada 4-5 orang bahkan ada yang hanya 2 orang. Dalam
hati kecilku berujar :” Betapa
beruntungnya, dapat mengajari mereka dengan ekstra kesabaran. Dengan segala
kekurangan yang mereka sandang, namun ada potensi yang mereka pendam.”
Saya
pun takjub ketika melihat lemari koleksi piala, Subhanallah begitu bergetar hati ini, ada juara 1 Lomba Pantomim
Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Tahun 2015 yang baru-baru ini
digelar diraih oleh Wawan. Dengan bangga Wawan yang saat itu mendampingiku pun
menunjukkannya.
Tiba-tiba
ada pertanyaan muncul seperti ini, Bapak Budi besok jadi guru di sini saja ?
Guru-guru di sini masih sedikit. Kami doakan supaya cepat lulus dan mengajar
kami di sini. Tak bisa mengungkapkan apa-apa ketika mereka berharap lebih
padaku, Insya Allah dan ku Amin-i doa mereka. Belum puas, mereka pun memintaku
untuk berkunjung kembali, belajar bersama. Sederhana, mereka ingin belajar design , membuat kartun dan menggambar.
Libur telah tiba...
Simpanlah tas dan bukumu
Sampai bertemu tanggal 4 Januari 2015 mendatang....
Ayu, Septi, Puji, Shidiq, Imam, Awal, Giar, Fia, Utami, Wawan, dkk..
-always smiling to inspire
others