Senin, 14 Desember 2015

Pertemuanku dengan Mereka...


Oleh : Budi Wicaksono*


            Pagi ini aku begitu bersemangat karena akan berkunjung ke Sekolah Luar Biasa (SLB) Putra Pertiwi, Tamanwinangun, Kebumen. Nyaris tepat 22 tahun, aku tahu keberadaan SLB tersebut tetapi belum satu kali pun berkunjung ke sana. Akhirnya hari ini diberikan kesempatan untuk berkunjung ke sana. Tanpa persiapan memang dan mendadak karena aku hanya mengabari mbak Utami, teman baik ku yang aku kenal lewat sosialisasi bahasa isyarat Indonesia (BISINDO) kala itu. Bermodalkan sms, mbak Utami siap menemani petualanganku pagi itu.
            Bergegas motorku melaju ke SLB Putra Pertiwi, lokasinya memang tak jauh dari rumahku, hanya 5 menit sudah sampai. Di jalan sebelum masuk gerbang bertemu Wawan, salah seorang murid SLB di sana yang sedang membeli sayur. Langsung saja aku mengikuti motor Wawan dari belakang. Seusai memarkirkan motor, begitu takjubnya hati ini ketika berdiri tegak di SLB Putra Pertiwi. Hening, sunyi dan tentram itulah kesan pertama kali yang aku rasakan.
Foto bersama mereka (Wawan, Septi, Puji, Novi, Imam dan
Mbak Utami) 
     Mbak Utami pun menghampiriku, mengajak ku untuk ikut berkumpul dengan teman-teman yang lain. Ku tengok, ternyata Wawan dan teman-temannya sedang sarapan bersama. Sembari menunggu teman-teman selesai makan saya pun mulai membuka pembicaraan dengan mbak Utami. Tentunya bahasa isyarat Indonesia (BISINDO) menjadi bahasa komunikasi andalanku, Ku tanyakan begini :
“Mbak, yang masak semua anak-anak?”
“Tidak, ibu asrama yang menyiapkan semua”
“Anak-anak di sini pada nginep di asrama, banyak mbak ?”
“Iya di asrama, banyak ini ada 9 di kamar perempuan dan 3 orang di kamar laki-laki sebelah sana”.
“Sudah banyak yang pulang, kan sudah libur, Mas”.
       Anak yang telah usai makan pun mulai gusar melihat aku berkomunikasi dengan mbak Utami, mungkin dalam benaknya ada orang baru siapa ya ? Mbak Utami pun memperkenalkan aku pada siswa-siswa di sana. Namanya Budi Wicaksono, dia normal. Rasa antusias langsung menyelimuti mereka yang baru bertemu dengan ku. Ku sapa mereka dengan bahasa isyarat, sepertinya mereka menyambut baik kedatanganku, Alhamdulillah.  
       Saya Septi, saya Ayu, saya Puji, saya Giar, saya Fia, saya Imam. Semua memperkenalkan satu persatu dan mengerubungiku. Saya bilang selesaikan makannya, lalu kita berkumpul bersama, kita akan belajar bersama. Mereka pun setuju dan bergegas menyelesaikan makan mereka.
        Di luar dugaan, padahal aku ke SLB hanya ingin melakukan observasi untuk penelitian skripsiku nanti, malah aku disiapkan sebuah ruangan untuk mengajar anak-anak di sana. Tanpa persiapan materi apapun, Bismillahirrahmanirrahim baiklah, karena anak-anak di sini masih susah dan malu untuk berkomunikasi maka hal pertama yang saya ingin ajarkan adalah bahasa isyarat. Sebelumnya saya menjelaskan terlebih dahulu, perbedaan bahasa isyarat yang mereka gunakan di sekolah dengan bahasa isyarat Indonesia.
      Well, dari sini saya menangkap beberapa catatan. Beberapa di antara mereka masih ada yang tidak mau menggunakan bahasa isyarat karena susah. Selain itu, mereka lebih nyaman untuk berkomunikasi secara oral dan memaksakan suara mereka keluar. Rasa percaya diri mereka pun belum terbentuk sama sekali, terbukti ketika disuruh untuk mempraktikan bahasa isyarat masih terkesan malu-malu kucing. Paling penting konsentrasi mereka dalam belajar bahasa isyarat Indonesia belum fokus, dijumpai masih ada yang bermain handphone sendiri, bergurau bersama teman daripada memperhatikan saya, sang tutor.
       Saya tidak akan menyalahkan mereka, justru saya harus mengeluarkan strategi khusus dan model belajar yang menyenangkan untuk mereka. Show up pun dimulai dengan menyelipkan games  dalam belajar bahasa isyarat Indonesia dinilai cukup berhasil. Evaluasi penguasaan bahasa isyarat pun saya lakukan per individu dengan melihat kemampuan dan daya tangkap mereka. Alhamdulillah , materi dasar seperti abjad, angka sudah mereka kuasai ditambah lagi bahasa isyarat yang sering digunakan sehari-hari saya bagikan mereka untuk dipelajari.
    Let’s move guys, itu yang selalu saya tekankan pada teman-teman tunarungu. Kita boleh menggunakan sistem bahasa isyarat (SIBI) untuk berkomunikasi. Tetapi, alangkah lebih bijak jika kalian berusaha menggunakan bahasa isyarat Indonesia (BISINDO). Bukankah BISINDO merupakan bahasa ibu kalian dan identitas kalian ? Jangan ragu untuk belajar ya, itulah pesan yang saya utarakan kepada mereka. Saya juga menambahkan, jika teman-teman menggunakan BISINDO niscaya teman-teman normal bisa berkomunikasi dengan kalian. Jujur, menggunakan SIBI itu terlalu cepat dan susah untuk memahami apa yang kalian sampaikan.
       Lanjut lagi, saya katakan pada mereka kalau kalian harus memiliki rasa percaya diri. Semua sama, entah itu tunarungu maupun normal. Kita tidak boleh membeda-bedakan. Untuk memperkuat pesanku, saya putarkan sebuah video dari program peduli. Mereka kembali menyimak, kebetulan dalam tayangan tersebut ada interpreter sign languange (ISL) nya, mereka pun senang, dan menunjukkan jari tangan mereka pada bagian kotak kecil dibawah tayangan tersebut.
        Pembelajaran pun kembali berlanjut, kini saya mengeluarkan sebuah media, yakni kamus bahasa isyarat Indonesia (BISINDO) yang dapat dipasang pada smartphone mereka. Saya tunjukkan kepada mereka, betapa penasaran dan antusiasnya mereka, sampai-sampai mereka antri untuk meminta kiriman kamus tersebut. Well, senang rasanya. Ku pinta mereka untuk belajar mandiri, agar belajarnya tidak terputus di hari itu saja.
      Kurang puas, tiba-tiba ada yang bertanya padaku begini : “ Teman tuli, apakah bisa kuliah?” Kembali lagi saya harus mengahadpi pertanyaan seperti ini. Baiklah saya jawab dengan sebuah video dari Nur Latifah, mahasiswa tunarungu yang berhasil kuliah di Universitas Brawijaya, Malang. Video tersebut setidaknya dapat menjawab rasa penasaran mereka. Terinspirasi dari tayangan yang diputar, mereka pun menargetkan cita-cita. Ku tanya, apa cita-cita kalian ? Tak sedikit yang menjawab ingin menjadi guru, Subhanallah, bangganya hati ini mendengar jawab mereka. Giar, dan Fia siswa yang masih SD sudah kepikiran untuk mengajar adik-adiknya nanti di sana kelak.
       Saya pun diajak berkeliling sekolah. Diperlihatkan ruangan belajar mereka, dan diperkenalkan dengan kepala sekolah yang sangat ramah. Sempat mengobrol singkat dengan ibu Tri terkait keberadaan teman-teman tunarungu di SLB ini. Setiap lorong kelas mereka jelaskan padaku satu persatu. Tidaklah banyak kapasitas siswa untuk satu kelasnya. Ada 4-5 orang bahkan ada yang hanya 2 orang. Dalam hati kecilku berujar :” Betapa beruntungnya, dapat mengajari mereka dengan ekstra kesabaran. Dengan segala kekurangan yang mereka sandang, namun ada potensi yang mereka pendam.”  
        Saya pun takjub ketika melihat lemari koleksi piala, Subhanallah begitu bergetar hati ini, ada juara 1 Lomba Pantomim Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Tahun 2015 yang baru-baru ini digelar diraih oleh Wawan. Dengan bangga Wawan yang saat itu mendampingiku pun menunjukkannya.
         Tiba-tiba ada pertanyaan muncul seperti ini, Bapak Budi besok jadi guru di sini saja ? Guru-guru di sini masih sedikit. Kami doakan supaya cepat lulus dan mengajar kami di sini. Tak bisa mengungkapkan apa-apa ketika mereka berharap lebih padaku, Insya Allah dan ku Amin-i  doa mereka. Belum puas, mereka pun memintaku untuk berkunjung kembali, belajar bersama. Sederhana, mereka ingin belajar design , membuat kartun dan menggambar.

Libur telah tiba...
Simpanlah tas dan bukumu
Sampai bertemu tanggal 4 Januari 2015 mendatang....
Ayu, Septi, Puji, Shidiq, Imam, Awal, Giar, Fia, Utami, Wawan, dkk..



-always smiling to inspire others 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar