Selasa, 30 Desember 2014

SMA Negeri 2 Kebumen, Merintis Sekolah Inklusif, Pramuditaya Buktinya

Pramuditaya Dyan Prabaswara, Peraih Mendali Emas OSN Matematika SMALB dan SMA/SMK Inklusif PK-LK Dikmen dari SMA Negeri 2 Kebumen kini masih tercatat sebagai siswa aktif kelas XII IPA. Senang sekaligus bangga sekolah tempat menuntut ilmu selama 3 tahun dahulu, begitu terbuka memberikan akses pendidikan untuk kaum difabel. Selamat dan makin jaya untuk SMA Negeri 2 Kebumen.

Pramuditaya berpose memegang mendali emas OSN Matematika

Jumat, 26 Desember 2014

Libna, Mengajarkan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia)

Menemukan sahabat baru, Libna namanya. Libna merupakan penyandang tunarungu (deaf). Minggu kemarin, dia mengajarkan ku alfabet bahasa isyarat Indonesia dengan sabar. Ku akui saat itu, aku selalu terbalik mempraktekkan huruf "S" . Tanganku selalu salah, tetapi sekarang sudah bisa kok, Lis. Usut punya usut nih, bahasa isyarat itu penting dipelajari oleh orang normal seperti kita. Mengapa demikian ? Ya, dalam berkomunikasi kaum tunarungu tak bisa selamanya menggunakan komunikasi oral. Libna terima kasih atas pelajaran yg kamu berikan kemarin. Harapanku, kita akan terus bersahabat karena aku banyak belajar darimu.

Libna sedang mengajarkan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)

Senin, 08 Desember 2014

Menggagas Kampus Inklusi - Juara II Kompetisi Esai Blog Temu Inklusi

Oleh : Budi Wicaksono*

            Pada penerimaan mahasiswa baru Universitas Negeri Semarang (UNNES) tahun 2014, UNNES menerima salah seorang mahasiswa baru yang memiliki diferent abilty (difabel). Natalia Hersaniati namanya, dia diterima pada jurusan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN) jalur undangan.
            Proses verifikasi mempertemukan saya dengannya hingga saat ini. Selama mengikuti proses perkuliahan Natalia ditemani ayahnya, Herlambang Pambudi. Suatu ketika saat saya akan menemui dirinya di Gedung B5 UNNES pemandangan mengharukan terjadi, ayahnya menggendong dirinya dari gedung lantai tiga tersebut. Herlambang Pambudi kemudian meletakkan dirinya di sandaran tempat duduk untuk selanjutnya membawa kursi rodanya turun. Tak berbeda jauh dengan proses perkuliahan di jurusannya ayahnya pun rela naik turun tangga untuk mengantar putrinya kuliah. Herlambang menuturkan, dirinya rela mengambil shift malam mulai pukul 22.00-06.00 untuk kemudian pada pukul 09.00-16.00 mengantar buah hatinya ke kampus. Tak hanya itu, setiap harinya ayah Natalia menyewa mobil milik saudaranya untuk perjalanan dari rumahnya Bergas menuju kampus. Pihaknya mengharapkan  perhatian lebih dari pihak kampus untuk kaum difabel. Bapak tiga orang anak ini meminta Natalia bisa di buatkan ramp (bidang miring) untuk jalur kursi rodanya, selain itu dapat disediakan jadwal khusus sehingga dirinya dapat menemani putrinya menuntut ilmu.
            Entah kebetulan atau tidak, nyatanya selama proses perkuliahan berlangsung dirinya mampu mengikuti meski dalam kondisi keterbatasan fisik dan minimnya fasilitas yang disediakan. Isu ini penting kita angkat di tengah kampus kita. Mengapa ? karena ketika ada mahasiswa difabel yang masuk ke dalam sebuah lembaga pendidikan berapa pun jumlahnya harus diberikan aksesbilitas karena aksesbilitas adalah dua sisi mata uang yang saling terkait jika kita berbicara tentang inklusi. Untuk menjadi inklusi aksesbilitas adalah syaratnya. Aksesbilitas dirancang untuk memastikan agar setting umum yang dibuat agar sedapat mungkin ramah dengan keberadaan kaum difabel.
Sebenarnya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Menyebut pendidikan yang berkeadilan serta tidak diskriminatif ada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif, secara spesifik dalam pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan inklusif menyediakan program pendidikan yang layak, menantang tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan (Stainback,1980).
Kebutuhan belajar bagi kaum difabel tidak hanya sebatas pada satuan pendidikan dasar dan menengah saja. Melalui landasan yuridis tersebut, kaum difabel kini mempunyai hak untuk menikmati pendidikan tanpa terkecuali di Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan yang bermutu dan tanpa diskriminasi memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Memang, ukuran pencapaian nilai kaum difabel tidak bisa disamakan dengan kita, tetapi dapat dilihat dari aspek kesesuaian program studi yang mereka pilih dibarengi dengan penyediaan fasilitas penunjang bagi mereka.
Gagasan Kampus Inklusi
Gagasan kampus inklusi bagi Universitas Negeri Semarang (UNNES) perlu dicanangkan. Melihat fakta yang ada , salah satu mahasiswa di sebuah fakultas di UNNES adalah penyandang difabel. Mahasiswa tersebut tidak bisa kita abaikan untuk tidak diberi akses, dia mempunyai hak yang sama dalam mengakses segala informasi dengan tetap menyesuaikan kebutuhannya. Jika universitas ini berkomitmen membuka akses pendidikan bagi penyandang difabel dibutuhkan persiapan infrastruktur dan suprastruktur dengan baik. Menurut saya, beberapa syarat minimal yang harus dipenuhi jika kampus ini akan dijadikan lembaga pendidikan inklusi :
Pertama,  pihak birokrasi yang harus mengubah perspektif tentang difabilitas. Salah satu caranya dengan proses sosialisasi kampus inklusi bagi semua program studi / jurusan yang ada di UNNES untuk menyatukan suara mewujudkan UNNES inklusif . Dari sana diharapkan terbentuk kelompok kerja yang dapat merumuskan program dan langkah-langkah yang harus diwujudkan UNNES sebagai kampus inklusi. Untuk memperkuat hal tersebut dapat dilakukan ngawruh ilmu dengan kampus lain yang telah mendeklarasikan sebagai kampus inklusi. Ke depan dapat ditindaklanjuti proses sosialisasi ke sekolah inklusi.
Kedua, menyusun kebijakan pola pengajaran yang sensitif dengan disabilitas. Hal ini penting dilakukan untuk membuat rambu-rambu pada staf dan pengajar untuk tidak bersikap diskriminatif pada mahasiswa difabel yang mengikuti perkuliahan di kelas-kelas. Pengembangan pengetahuan staf pengajar mengenai strategi mengajar mahasiswa difabel. Training dan workshop dapat memenuhi kebutuhan ini. Secara tidak langsung juga pengembangan pengetahuan staf pengajar  mengenai disabilitas merupakan salah satu upaya mengubah cara pandang staf pengajar memandang disabilitas. 
Ketiga, membuat database khusus mahasiswa difabel, hal ini penting dibuat untuk mempermudah pemberian informasi pada dosen yang akan mengajar di kelas. Pemberian informasi sebelum proses perkuliahan berjalan penting diberikan agar dosen terkait menyediakan pola pengajaran yang tepat bagi mahasiswa difabel. Selain itu, database ini menjadi bahan pertimbangan bagi tata usaha untuk menyediakan ruang perkuliahan yang mudah diakses oleh mahasiswa yang bersangkutan.
Keempat, membuka regulasi penerimaan mahasiswa penyandang difabel melalui Seleksi Khusus Program Penyandang Disabilitas (SKPPD) yang mempermudah mahasiswa difabel mendaftarkan diri ke UNNES. Tak hanya itu, beasiswa untuk mahasiswa difabel yang tidak mampu juga pun perlu sediakan seperti layaknya mahasiswa UNNES lainnya. Tetapkan target jangka pendek dan panjang yang ingin UNNES bangun. Melalui seleksi khusus, pihak universitas dapat memfokuskan akan menerima mahasiswa difabel dengan bentuk keistimewaan seperti apa. Mungkin di tahun pertama UNNES ingin menjangkau kaum tunarungu dan tunadaksa dahulu atau yang lainnya.
Kelima, menciptakan lingkungan akademik yang sensitif dengan difabel. Lingkungan akademik yang sensitif dengan difabel meliputi : gedung perkuliahan, perpustakaan, bahan pustaka dan proses perkuliahan. Gedung perkuliahan yang sudah di UNNES tidak perlu dibongkar, cukup dimodifikasi dengan kebutuhan mahasiswa difabel yang bersangkutan. Misalnya, membuat jalan khusus bagi mahasiswa yang menggunakan kursi roda atau mempermudah akses jalan dari lantai satu ke lantai lain di atas atau di bawahnya.
Keenam, memberikan penyadaran terhadap mahasiswa UNNES terhadap kaum difabel yang kuliah di UNNES. Pemberian role model tentang cara memperlakukan mahasiswa difabel sesuai dengan keistimewaannya menjadikan mahasiswa UNNES dapat berdampingan dan berinteraksi dengan mahasiswa difabel. Misalnya dengan program pendampingan belajar bagi mahasiswa difabel dalam melakukan aktivitas-aktivitas akademik.
Ketujuh, membentuk lembaga layanan mahasiswa difabel. Keberadaan lembaga layanan mahasiswa difabel layak diperlukan dalam kampus inklusi. Mengapa ? seringkali diskriminasi yang dialami oleh mahasiswa difabel secara berangsur-angsur membuat tekanan psikologis yang efeknya berpengaruh dalam menjalani perkuliahan. Di sini lah peran lembaga mahasiswa difabel diperlukan untuk meminimalisir dampak diskriminasi yang dialami mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Kedelapan, menanamkan dalam diri kita, kalau kaum difabel bukan produk Tuhan yang gagal karena Tuhan tidak pernah menciptakan produk gagal, kaum difabel tidak perlu dikasihani tetapi perlu diberikan kesempatan, itulah pesan dari Drs. Ciptono, peraih Kick Andy Hero, Guru Luar Biasa.
Akhirnya konsep pendidikan inklusi dengan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya termanifestasikan jika seluruh elemen kampus memiliki kemauan yang kuat untuk menerima perbedaan dan hidup di dalam keberagaman dengan menghilangkan kebiasaan curiga dan memandang remeh orang lain.



*Mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Angkatan 2012


Jumat, 05 Desember 2014

Persembahan Terindah, Untukmu Sahabat

Natalia Hersaniati sahabatku yang kini menjadi mahasiswa jurusan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang merupakan sahabatku yang luar biasa. Di tengah keterbatasan fisik yang disandangnya masih ada semangat untuk meraih cita-cita. "Kekuranganku, sudah kutimbun dengan semangat Ayahku. . Kekuranganku, akan kukalahkan, kubuktikan menjadi penerjemah. . menghamburkanku supaya terbang. Agar semua dunia tahu. Bahwa aku ada. Ia tak mengurungku", itulah petikan semangat Natalia. Setiap hari Natalia berangkat dari rumahnya di Jalan Kenangkan, RT. 01/RW. 07 Kel. Bergas Kidul, Kec. Bergas, Kab. Semarang menggunakan mobil yang sengaja disewa ayahnya untuk keperluan mengantar dirinya kuliah. Awalnya, Natalia adalah gadis normal seperti umumnya. Namun, ketika umur 15 bulan dia terkena panas tinggi. Setelah dibawa ke puskesmas terdekat, dokter mendiagnosis Natalia terkena polip sehingga beberapa sarafnya tidak berfungsi optimal. Ayahnya, Herlambang Pambudi merupakan sosok paling setia yang menemani Natalia pergi ke kampus. Beliau rela mendorong kursi roda Natalia dan tak sungkan menggendong dirinya ketika Natalia harus berkuliah di lantai 3, Sang Ayah dengan rela mengangkatnya dari kursi roda sebelum menggendongnya naik ke lantai 3. Setelah itu, Natalia dikembalikan lagi ke kursi roda. Sang ayah rela mengorbankan apapun asalkan Natalia dapat menyelesaikan studinya di Unnes sampai akhir. Kursi roda Natalia kini sudah usang kondisinya. Ayahnya sudah berulang kali merombak kursi roda yang dipakai Natalia agar sesuai dengan kondisi dirinya. Untuk itu saya berharap agar diwujudkan Natalia diberikan kursi roda baru untuk keperluan kuliah. Kalau bisa kursi roda tersebut dilengkapi tombol elektrik yang dapat mempermudah Natalia berjalan, jadi tak perlu bersusah-susah Ayahnya medorong. Ayahnya pun dapat fokus bekerja, karena begitu luar biasa pengorbanan yang dilakukan Ayahnya untuk dirinya. Ayahnya rela bekerja mengambil kerja dari jam 3 sore sampai jam 4 pagi agar paginya dapat menemani Natalia kuliah.


Senin, 01 Desember 2014

Kampus Inklusi

Berbagi apa yang sudah saya dapatkan ketika ngawruh ilmu di UIN Sunan Kalijaga. Ini tentang profil Pusat Layanan Difabel (PLD) UIN Sunan Kalijaga menyediakan berbagai layanan dan fungsi advokasi :
1. Admisi 
Dalam proses penerimaan mahasiswa baru, PLD memberikan layanan sejak dari masa pendaftaran. Bantuan ini meliputi pengarahan dalam pemilihan jurusan dan registrasi online. Pendampingan juga diberikan pada saat ujian masuk dari berbagai jalur. Pendampingan khusus diberikan untuk calon mahasiswa tunarungu dan tunanetra. 
- PLD bekerjasama dengan kantor admisi memberikan waktu tambahan 30 menit untuk kedua kelompok tersebut
- Khusus mahasiswa tunanetra, PLD mnyediakan tenaga pendamping untuk membacakan soal bagi mereka yang mendaftar melalui jalur non regular
- Untuk jalur regular PLD dan kantor admisi menyediakan soal dalam bentuk Braille.
2. Saat Proses Perkuliahan 
- Note taking (asistensi pencatatan kuliah) untuk mahasiswa tunarungu
- Reading texts (membacakan bahan-bahan kuliah) untuk mahasiswa tunanetra
- Konsultasi akademik terkait dengan hambatan-hambatan dalam kuliah maupun penulisan skripsi 
- Pendampingan saat ujian tengah semester dan ujian akhir semester.
3. Aksesbilitas 
- Bekerjasama dengan UPT Perpustakaan dalam mengelola Diabel Corner 
- Melakukan advokasi oenempatan KKN untuk mahasiswa difabel agar bias berbaur dengan mahasiswa lain dan di masyarakat / komunitas non- difabel
- Pembuatan rambu-rambu jalur aksesbilitas dan parker difabel
- Edukasi parkir ramah difabel.
4. Peningkatan Kapasitas 
Sebagai upaya untuk meneruskan dan meningkatkan layanan PLD diselenggarakan program yang melibatkan berbagai pihak :
- Penerbitan buku best practices layanan difabel dan pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusi 
- Pelatihan bahasa isyarat untuk relawan PLD
- Training relawan inklusi 
- Workshop dan Focus Discussion Group Pengajaran Inklusi untuk para dosen yang sedang mengajar difabel.


Disediakan jalan khusus difabel 


Difable Corner (Perpustakaan Khusus Difabel) 

Minggu, 30 November 2014

Cerebral Palsy Tak Halangi Safrina Rovasita

Bersama Mbak Safrina Rovasita. Kini beliau tercatat sebagai mahasiswi program pascasarjana UIN Sunan Kalijaga prodi Bimbingan Konseling Islam. Dulu Mbak Nina menyelesaikan sarjananya pada jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) UNY. Diberikan kesempatan untuk menggali lebih dalam tentang beliau di peringatan hari difabel internasional kali ini. Dari mulai dirinya yang ingin masuk jurusan Bahasa Indonesia namun dirinya masuk PLB. Tentang kecintaannya dengan dunia tulis menulis. Sampai-sampai dulu dirinya sempat akan menjuarai kompetisi LKTI tingkat nasional hanya karena dirinya difabel digugurkan dari kompetisi tersebut. Tanpa sungkan dirinya mengajak saya dan teman-teman untuk mendaki gunung bersama setelah menyelesaikan studi S2-nya.


Sabtu, 15 November 2014

Berbagi Bersama Adik-adik YPAC Semarang

Rintik hujan Semarang tak menyurutkan niat kami untuk berbagi keceriaan bersama adik-adik YPAC (Yayasan Penyandang Anak Cacat). Kalian tahu? Sungguh anak anak di sana memiliki semangat yang luar biasa. Berada di belakang kawasan metropolitan Semarang menjadikan yayasan ini bak mutiara tak terkira yang menyimpan kemilau.

Inilah cara kami pemuda, mengisi waktu luang kami. Membuka kepedulian terhadap anak anak yang membutuhkan kita yang terkadang banyak diantara kita melupakan keberadaan mereka. Bernyanyi, menggambar, dan bercerita itulah kegiatan yang baru saja kami lakukan. Sungguh luar biasa 


Bersama adik-adik YPAC Semarang 



Bernyanyi bersama adik-adik YPAC Semarang 

Minggu, 19 Oktober 2014

Belajar BISINDO Bersama Teman-teman GERKATIN SEMARANG

Setiap hari Minggu pagi di kawasan Car Free Day Simpang Lima, Semarang tepatnya di depan tugu patung kuda UNDIP Pleburan aku bersama kawan-kawanku biasanya ikut menyosialisasikan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) bersama teman-teman dari GERKATIN (Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia)  SEMARANG. Sebelum melangkah lebih jauh, Budi akan jelaskan apa itu BISINDO ?



BISINDO pertama kali diciptakan dan dicetuskan oleh Dimyati Hakim  (Ketua DPP PERTRI), tunarungu, berkaitan dengan maraknya pertikaian dan polemik penggunaan bahasa isyarat di Indonesia. Dimyati Hakim yang pertama kali meneliti dan membedakan bentuk bahasa isyarat di Indonesia, yaitu berbentuk struktural dan konseptual dengan memaparkan fungsi, maksud, tujuan, dan lingkup penggunaannya. 


Salam 


Angka

Sejatinya, penggunaan bahasa isyarat dalam pergaulan komunitas tunarungu di masyarakat, isyaratnya haruslah memenuhi 3 unsur utama, yaitu kecepatan, keringkasan dan kepahaman. Melihat kenyataan tersebut diatas, sebagai sebab dan akibatnya maka timbullah dua pandangan yang berbeda dalam penggunaan bahasa isyarat di Indonesia, yaitu bahasa isyarat struktural yang berkaitan dengan struktur bahasa Indonesia seperti yang berkaitan dengan struktur bahasa Indonesia seperti yang digunakan dalam kamus SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) produk kementerian Pendidikan Nasional, dan bahasa isyarat konseptual yang berkaitan dengan budaya dan karakter komunikasi tunarungu Indonesia yang hingga saat ini masih diteliti oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Bahasa Isyarat Indonesia (Lemlitbang BISINDO) yang didirikan oleh Dimyati Hakim bersama dengan teman-teman tunarungu Indonesia (Sumber : Persatuan Tuna Rungu Indonesia).
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, keberadaan BISINDO sebagai alat komunikasi penyandang tuna rungu dengan masyarakat itu sangatlah penting. Pertama kali Budi belajar BISINDO karena motivasi dari Ibu Galuh Sukmara saat beliau mengisi Seminar Nasional Pendidikan Inklusi di kampusku. Aku merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan beliau, ya karena sekali lagi saat itu aku belum bisa belajar bahasa isyarat. Terus aku lihat Mas Rully, dia adalah translater BISINDO, aku kagum dengannya. Nah inilah motivasi awal yang membuat aku tertarik untuk belajar.
Selain itu, Bu Galuh juga pernah menyampaikan pesan kepada ku, belajarlah BISINDO karena dengan BISINDO kamu akan menghargai hak asasi penyandang tuna rungu. Memang sih, kita yang seharusnya belajar dan memamahi mereka, bukannya mereka yang harus kita paksakan untuk berkomunikasi sama seperti kita. Bukan begitu ?
Setelah acara seminar itu selesai, aku memutuskan untuk mencari tempat sumber ilmu yang dapat mengajarkanku BISINDO. Ternyata di Semarang ada dan kebetulan baru saja di sosialisasikan oleh GERKATIN. Ku putuskan deh untuk gabung.  


Belajar BISINDO

Pertama kali belajar BISINDO, aku dibelajari oleh Libna. Libna merupakan penyandang tuna rungu yang aktif menyosialisasikan BISINDO setiap minggunya. Butuh waktu 30 menit untuk belajar alfabet BISINDO. Yess, aku bisa, meski saat itu aku masih lupa dengan huruf “H” tanganku selalu saja terbalik mempraktikkan. Hehee. Setealah belajar alfabet aku pun belajar BISINDO lainnya, seperti ucapan-ucapan, keluarga, angka, dsb. Alhamdulillah sedikit-sedikit bisa.
Buat temen-temen yang penasaran ingin belajar BISINDO dan ingin turut serta memperjuangkan BISINDO sebagai bahasa komunikasi penyandang tuna rungu dimasyarakat, Ayo gabung bersama kami. Nanti kita akan bertemu dengan teman-teman hebat di sana.


Jumat, 10 Oktober 2014

Kasih Sayang Berbalut Harumnya Aroma Bunga


           
Sejak masih belia ibuku sudah mulai berjualan bunga di pasar, berawal saat  embok (panggilan untuk ibu) atau nenekku sakit-sakitan. Sebagai seorang anak, ibuku rela membantu embok berjualan bunga di pasar untuk menghidupi keluarga. Embok saat itu memiliki lima anak, ibuku merupakan anak kedua dan anak perempuan pertama di keluarga. Ibu dengan penuh kerelaan menggantungkan pendidikannya hanya sampai sekolah dasar (SD) untuk kemudian dirinya membantu embok berjualan. Menurut penuturan ibu, saat itu kakek hanya bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan yang tak menentu. 
***
            Tiga puluh tahun tak terasa, ibu melanjutkan perjuangan embok untuk berjualan bunga di pasar. Kebakaran, relokasi dan renovasi pasar menjadi saksi bisu perjalanan ibu berjualan bunga. Bunga tabur untuk ziarah ke makam menjadi primadona para pembeli kebanyakan. Tak hanya bunga, ibu menjajakan berbagai ramuan herbal atau jamu, wedak (bedak), minyak wangi dan kelengkapan sripahan (orang meninggal).
            Secara rutin ibu berjualan bunga di pasar tanpa libur. Pagi-pagi sekali beliau sudah memasak dan mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan aku, adik dan ayahku. Kesibukaan ibu di setiap pagi sangatlah nampak karena ayah harus berangkat pagi ke kantor, adik juga harus sekolah. Hal ini memaksa ibu untuk bergerak cepat agar semua dapat terlayani. Bermodalkan sepeda onthel, ibu memuliakan dirinya untuk keluarga tanpa rasa mengeluh sedikit pun.
            Setelah semua urusan rumah beres, ibu bergegas pergi ke pasar untuk membuka lapak bunga sederhana miliknya. Terkadang ibu berangkat siang hanya karena mengurusi urusan rumah yang tak selesai-selesai. Bagi ibu, berangkat pagi ataupun siang ke pasar tidak menjadi masalah karena rezeki sudah diatur oleh Allah SWT yang terpenting kewajiban sebagai seorang istri dan ibu telah ditunaikan. Di pasar, ibu termasuk pedagang yang paling siang membuka lapak bunganya dibandingkan pedagang serupa yang sudah buka sejak shubuh.  
***
            Lapak ibu berukuran 3 x 4 meter dan di lapak itulah ibu memeras keringatnya di tengah harumnya semerbak bunga yang dijejer di atas penampan. “Crik, crik, crik”, percikan air ibu percikkan ke bunga-bunga yang baru saja dijejer.
            Aku sebagai seorang anak, bangga memiliki sosok ibu seperti beliau. Meskipun bapak bekerja sebagai seorang pegawai negeri, namun ibu tidak mau berpangku tangan begitu saja. Bagi ibu, berjualan bunga merupakan usahanya untuk membantu bapak menghidupi keluarga. Selain itu, berjualan bunga merupakan profesi turun temurun dari embok dahulu. Mungkin karena cinta, ibu susah melepaskan profesi berjualan bunga ini.
            Berkat ibu, aku dapat melanjutkan pendidikan sampai tingkat universitas. Betapa kasih sayang ibu kurasakan tak terhingga, ibu rela menahan dirinya untuk meminta kebutuhan yang neko-neko pada bapak demi aku. Bapak diminta fokus membiayai pendidikan anak-anaknya, sedangkan untuk masalah biaya hidup sehari-hari ibu rela menanggungnya.
            Suatu kali, ibu menceritakan saat dirinya ditanya oleh rekan bapak di kantor : “Bu, ibu ini kan istri pegawai, kenapa nggak ikut-ikutan seperti istri pegawai yang lain?”. Aku terdiam dan berkaca-kaca saat ibu menjawab :”Saya nggak punya apa-apa, dan tak terbiasa untuk hidup apa adanya meskipun menjadi istri pegawai sekali pun, yang saya punya adalah anak, dan usaha maksimal akan saya lakukan untuk anak-anak saya demi masa depan yang lebih baik dari orang tuanya dahulu”.
            Rasa kasih sayang ibu begitu lekat ku rasakan, dahulu saat aku belum merantau kuliah, begitu dekatnya aku dan ibuku. Kami berdua sering menghabiskan waktu bersama untuk sekadar ngobrol, makan bareng dan hang out. Tanpa rasa malu aku selalu mengikuti kemana ibu pergi bahkan sampai sekarang. Ibu sangatlah sayang pada aku dan adikku, permintaan-permintaan yang tidak dapat dipenuhi bapak, perlahan tapi pasti ibu mewujudkannya. Ini yang menjadi alasan kuat ibu tidak akan meninggalkan profesi berjualan bunga sampai akhir hayatnya.
            Aku merindukan momen bersama dengan ibu,  saat aku harus mengantarkan beliau ke pasar, membantu membuka lapaknya, dan membantu berjualan bunga di pasar. Rasanya senang dan bangga saat aku berjualan bersama ibu. Bukannya pamer, tapi saat ibu ditanya oleh kawan-kawannya : “Putranya dimana sekarang, bu ?”. Terpancar binar kebahagiaan saat ibu menjawab kalau anaknya sekarang sedang kuliah meski dirinya hanya berjualan bunga dan tamatan SD.
            Ibuku selalu mengajarkan ku untuk hidup apa adanya, meskipun aku calon sarjana tetapi ilmu yang ku dapat tidak mampu menggantikan pengorbanan serta cinta kasih tulus yang ibu berikan padaku. Ibu, anakmu Budi Wicaksono kini tengah berjuang. Disetiap nafasmu doakan selalu berjuangan ini. Aku sayang ibu...Untukmu ibuku Sri Sudaryati, pahlawan hidupku...kasih sayangmu akan selalu harum di hati ini.
-          Budi Wicaksono -