Jumat, 04 Desember 2015

Refleksi Hari Difabel Internasional 2015


Dimuat Selasar.com
Kamis, 3 Desember 2015 | 15.00 WIB

Oleh : Budi Wicaksono*

Setiap tanggal 3 Desember selalu diperingati sebagai Hari Difabel Internasional (HDI), dimana pada tanggal tersebut negara seantero dunia memperingatinya sebagai wujud kepedulian dan perjuangan kaum difabel dalam pemenuhan haknya, tak terkecuali Indonesia. Secara tegas Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa menetapkan Resolusi Nomor A/61/106 tentang Convention on the Rights of Persons with Disabilitiy (CRPD) yang memuat hak-hak kaum difabel dan mengatur langkah-langkah untuk menjamin pelaksananaan konvensi tersebut. Mengingat pentingnya penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan HAM bagi kaum difabel, pemerintah Indonesia pun menandatangani resolusi tersebut pada tanggal 30 Maret 2007 di New York. Tentunya komitmen ini dibuktikan dengan meratifikasi Konvensi tersebut dengan meratifikasi yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilitiy (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) dan telah disahkan pada 18 Oktober 2011. Regulasi hukum ini menjadi harapan bagi difabel di Indonesia untuk mendapatkan keadilan, kesetaraan dan terbebas dari diskriminasi.
            Meskipun konvensi Internasional maupun dalam konstitusi Indonesia telah tegas perlindungannya secara normatif, namun dalam kenyataannya, hak-hak kaum difabel di Indonesia masih mengalami perlakuan diskriminatif serta ketidakadilan.
Difabel, Apa itu ?
            Seiring dengan perkembangan sejarah perubahan sosial dari masa ke masa, pemahaman orang terhadap keberadaan penyandang cacat, kelompok berkebutuhan khusus, penyandang ketunaan, difabel, penyandang disabilitas atau yang secara internasional dikenal dengan disabled people atau persons with disability , atau istilah lain yang dimaksudkan untuk merujuk pada subyek yang sama pun telah mengalami banyak perubahan. Secara garis besar, ada beberapa konsep dalam perkembangan sejarah perubahan sosial serta teori difabilitas yang cukup dominan. Pertama, pandangan medis/ individual yang memandang kecacatan sebagai sebuah permasalahan individu. Kedua, konsepsi kecacatan sangat dekat dengan paham normalisme yang didesain oleh para profesional medis dengan standar-standar keilmuan secara sepihak. Ketiga, konsepsi kecacatan dinilai tidak konsisten dengan nilai teologis yang menempatkan manusis sebagai makhluk ciptaan yang memiliki derajat tertinggi sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, maka Tuhan tidak pernah salah dengan ciptaan-Nya. Melihat konsepsi kecacatan di atas, difabel (differently abled people) ditawarkan karena dipandang lebih mengakomodir serangkaian kritik, di samping juga upaya mendekonstruksi gambaran negatif dari konsepsi kecacatan atau penyandang cacat.
            Penggunaan istilah difabel mencoba melepaskan hubungan keterbatasan fungsi (fungsi atau mental), hambatan aktivitas serta ketidakberuntungan sosial. Konsepsi ini juga menggeser standar normalisme sebagai sebuah realitas. Lebih lanjut lagi konsepsi tentang difabel tidak menempatkan satu kelompok sebagai yang inferior dan yang lain sebagai superior. Istilah difabel secara obyektif dirasa lebih adil dengan mengedepankan paengakuan atas keberbedaan dan bukan ketidakmampuan atau kecacatan. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 mengatur penggunaan istilah difabel di Indonesia.
Stigma Negatif
            Masyarakat kita masih memandang difabel sebagai sebuah aib besar karena difabel identik dengan kecacatan yang disandangnya. Hal ini memicu prespektif masyarakat kalau difabel merupakan seseorang yang potensial bermasalah dan sepenuhnya mengharap belas kasihan dari orang lain. Stigma tersebut harus dirubah di masyarakat karena sejatinya difabel jika mendapatkan layanan pendidikan dan informasi secara tepat, maka potensi yang mereka miliki dapat berkembang secara optimal, perlu disadari juga kalau keterbatasan secara fisik tidak akan menghapus dan menghalangi hak mereka sebagai warga negara.
Menata Perjuangan Difabel
            Upaya melepaskan diri dari cara pandang masyarakat dan perlakuan yang diskriminatif tak khayal melahirkan perlawanan dari kaum difabel. Dinamika perjuangan kelompok difabel saat ini masih mudah dipecahbelah oleh berbagai kepentingan dari luar. Salah satunya melalui model yang menjebak terbentuknya pola pikir kaum difabel untuk selalu membuka tangan ke atas alias menjadi peminta belas kasihan dari orang lain. Memang hal ini tidak hanya terjadi pada kelompok difabel saja, kelompok miskin dan orang-orang yang sudah putus asa karena sistem yang tidak menguntungkan pun memilih sikap yang sama.
            Pendirian usaha bersama secara serius dan masif untuk kelompok difabel dengan pasar difabel yang jumlahnya jutaan orang sedikit membuka mata dan menjadi alat perlawanan yang ampuh terhadap kebijakan yang tidak masuk akal. Jelas hal ini merupakan bukti nyata program yang mampu menyelesaikan permasalahan difabel terkait keterbatasan akses ataupun masalah ketenagakerjaan. Tentunya jika perjuangan untuk memberikan kesejahteraan bagi sesama difabel, jiwa sukarela diperlukan untuk keberhasilan program bersama. Gagasan-gagasan baru yang kiranya dapat membangun kepentingan dan penyelesaian masalah difabel secara intens harus didorong dengan pemikiran yang matang. Dengan saling mengapresiasi dan menghargai dapat menjadi momentum utama dinamika kelompok difabel.
Mari kawal CRPD di Indonesia
            Convention on the Rights of Persons with Disability atau yang biasa kita kenal sebagai CRPD merupakan konvensi mengenai hak difabel yang telah mendapat status legal penuh pada bulan Mei 2008. Negara-negara yang telah menandatangani konvensi ini harus melaporkan setiap 4 tahun mengenai pemenuhan hak-hak difabel. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 dalam konvensi ini yakni negara wajib memajukan, melindungi dan menjamin pemenuhan secara menyeluruh dan seimbang semua hak-hak asasi manusia dan kebebasan fundamental oleh semua penyandang difabel untuk meningkatkan penghormatan bagi martabat yang melekat pada mereka. Adapun pemenuhan hak-hak difabel dalam berbagai aspek kehidupan yang termuat dalam CRPD antara lain :
1. Pendidikan Inklusif pada Pasal 24 CRPD
2. Kesehatan pada Pasal 25 CRPD
3. Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat, serta Akses Terhadap Informasi pada Pasal 21 CRPD
4. Pekerjaan dan Lapangan Kerja pada Pasal 27 CRPD
5. Standar Kehidupan dan Perlindungan Sosial Yang Layak pada Pasal 28 CRPD
6. Partisipasi Dalam Kehidupan Politik dan Publik pada Pasal 29 CRPD.
            Bagaimana dengan negara kita, Indonesia ? Apakah negara kita konsisten dengan pemenuhan hak difabel ini ? Sekali lagi ingat setiap 4 tahun negara wajib melaporkan mengenai pemenuhan hak-hak difabel sebagai konsekuensi penandatanganan konvensi ini benar-benar dilaksanakan. Empat tahun lalu tepatnya 18 Oktober 2011 pada Sidang Paripurna DPR yang dihadiri seluruh fraksi dan Komisi VIII sepakat untuk mengesahkan Convention on the Rights of Persons with Disabilitiy (CRPD) sebagai undang-undang maka tiba saatnya di tahun 2015 ini, pemerintah Indonesia melaporkan pelaksanaannya dan merefleksi kembali hak-hak difabel apa yang belum terpenuhi, sudilah kiranya. Nothing about us without us. Selamat Hari Difabel Internasional Tahun 2015.

https://www.selasar.com/budaya/refleksi-hari-difabel-internasional-2015

*Mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan 
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar