Kamis, 01 Januari 2015

Galuh Sukmara Soejanto, S.Psi, M.A : Memaknai Pendidikan Inklusi

Oleh : Budi Wicaksono *
           
            Sekolah luar biasa yang selama ini kita kenal sebagai penjara bagi anak-anak berkebutuhan khusus dirasa sudah tidak efektif lagi pelaksanaannya. Hadirnya sekolah inklusi ditengarai mampu menjawab masalah yang sering dihadapi oleh penyelenggara pendidikan luar biasa. Pendidikan inklusi merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu dimana setiap anak dilayani sesuai dengan kebutuhan khususnya. Semua anak diusahakan untuk mendapatkan pelayanan secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Adanya penyesuaian terhadap kebutuhan peserta didik yang berbeda-beda memungkinkan setting yang berbeda dengan model pendidikan yang sudah ada sekarang.
Makna Baru Pendidikan Inklusi
           
Galuh Sukmara Soejanto, S.Psi, M.A , seorang deaf educator dari Rumah Belajar The Little Hijabi for Special Needs Childreen, Bekasi mengatakan selama ini guru-guru di sekolah luar biasa salah dalam mendidik anak diffabel. Kerap kali guru memaksakan anak diffabel, misalnya anak tuna rungu untuk bisa bicara dengan cara melatih terus menerus dan memaksakan agar dapat berkomunikasi . Kondisi amat disayangkan oleh Master Sign of Linguistics La Trobe University, Bundoora, Melbourne ini. Memaksakan dan melatih anak tuna rungu agar dapat berbicara bukan solusi yang tepat. Justru di sini lah peran guru sangat berperan dalam penyampaian bahasa isyarat. Sign Languange Instructor ini menjelaskan penyampaian bahasa isyarat kepada anak-anak tuna rungu jauh lebih memanusiakan mereka daripada harus memaksa mereka untuk berbicara. Kecenderungan yang ada, anak-anak tuna rungu lebih terbiasa menggunakan oral untuk berkomunikasi karena tidak diajarkan bahasa isyarat di sekolah. Kebetulan Galuh merupakan penyandang tuna rungu dan beliau pernah merasakan betapa sulitnya berkomunikasi dengan menggunakan oral. Memerhatikan setiap gerakan mulut agar mengetahui apa yang diutarakan menjadi hambatan terbesar bagi mereka. Oleh karenanya penyandang tuna rungu harus belajar bahasa isyarat. Stigma yang mengatakan kalau bahasa isyarat akan membuat kemuduran bahasa jelas tidak benar adanya. 
            Konsep pendidikan inklusi  yang diangkat oleh principal Sekolah Karakter Islam Nur Al-Hiraa (Inclusive school) ini tergolong baru. Di sekolahnya, Galuh menanamkan bagaimana caranya pendidik dapat memahami kebutuhan setiap anak difabel yang berbeda-beda. Sengaja beliau menjadikan satu anak-anak berkebutuhan khusus di sekolahnya tanpa adanya sekat. Inilah makna inklusi sebenarnya, tanpa adanya sekat khusus yang membatasi mereka untuk saling berinteraksi satu sama lain. Di sinilah peran bahasa isyarat diperlukan, tak hanya untuk penyandang tuna rungu saja tetapi untuk semua anak dengan karakteristik yang mereka miliki.

Model Pendidikan Inklusi
Selama ini model pendidikan inklusi yang diselenggarakan pemerintah adalah model pendidikan inklusi moderat. Adapun model moderat  meliputi pertama, pendidikan inklusi yang memadukan terpadu dan inklusi penuh, dimana model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual di kelas reguler. Kedua, model pendidikan mainstreaming, dimana model ini memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dalam hal ini sekolah luar biasa  dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.
Berbeda dengan model yang sudah ada, Galuh Sukmara Soejanto, S.Psi, M.A mencoba mengembangkan model pendekatan yang lebih humanis, dimana beliau lebih menekankan pada penyesuaian kebutuhan peserta didiknya berdasarkan kelainan, potensi kecerdasannya dan atau bakat istimewa yang dimilikinya. The Little Hijabi Homeshooling, Bekasi merupakan salah satu role model inovasi pendidikan inklusi. Dengan sistem homeschooling , guru mendampingi setiap siswa berkebutuhan khusus paling tidak 4-5 orang. Kemudian guru memberikan materi berdasarkan keinginan siswa. Proses penyampaian materi ajar pun disesuaikan dengan prinsip kenyamanan, maksudnya ketika anak merasa lebih mudah dan nyaman untuk menangkap materi maka guru dapat menggunakan gaya belajar  tersebut untuk menyampaikan materi. Di sini jelas setiap siswa memiliki gaya belajar sendiri-sendiri untuk itu guru bukanlah satu-satunya dijadikan sumber belajar tetapi siswalah yang dijadikan fokus sumber belajar guru. Galuh selalu menekankan kepada orang tua yang menyekolahkan anaknya di The Little Hijabi Homeschooling  untuk lebih mengapresisasi anak berkebutuhan khusus tanpa memandang sebelah mata kekurangan yang dimilikinya. Apresiasi ini akan menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat pada anak. Hal ini sangat penting bagi proses perkembangan anak.
Pada akhirnya konsep inklusi memberikan pemahaman pada kita mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk diberikan kesempatan mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.



*Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar