Oleh
: Budi Wicaksono*
Pada penerimaan mahasiswa baru
Universitas Negeri Semarang (UNNES) tahun 2014, UNNES menerima salah seorang
mahasiswa baru yang memiliki diferent
abilty (difabel). Natalia Hersaniati namanya, dia diterima pada jurusan
Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) melalui Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi (SBMPTN) jalur undangan.
Proses verifikasi mempertemukan saya
dengannya hingga saat ini. Selama mengikuti proses perkuliahan Natalia ditemani
ayahnya, Herlambang Pambudi. Suatu ketika saat saya akan menemui dirinya di
Gedung B5 UNNES pemandangan mengharukan terjadi, ayahnya menggendong dirinya
dari gedung lantai tiga tersebut. Herlambang Pambudi kemudian meletakkan
dirinya di sandaran tempat duduk untuk selanjutnya membawa kursi rodanya turun.
Tak berbeda jauh dengan proses perkuliahan di jurusannya ayahnya pun rela naik
turun tangga untuk mengantar putrinya kuliah. Herlambang menuturkan, dirinya
rela mengambil shift malam mulai
pukul 22.00-06.00 untuk kemudian pada pukul 09.00-16.00 mengantar buah hatinya
ke kampus. Tak hanya itu, setiap harinya ayah Natalia menyewa mobil milik
saudaranya untuk perjalanan dari rumahnya Bergas menuju kampus. Pihaknya mengharapkan perhatian lebih dari pihak kampus untuk kaum
difabel. Bapak tiga orang anak ini meminta Natalia bisa di buatkan ramp (bidang miring) untuk jalur kursi
rodanya, selain itu dapat disediakan jadwal khusus sehingga dirinya dapat
menemani putrinya menuntut ilmu.
Entah kebetulan atau tidak, nyatanya
selama proses perkuliahan berlangsung dirinya mampu mengikuti meski dalam kondisi
keterbatasan fisik dan minimnya fasilitas yang disediakan. Isu ini penting kita
angkat di tengah kampus kita. Mengapa ? karena ketika ada mahasiswa difabel
yang masuk ke dalam sebuah lembaga pendidikan berapa pun jumlahnya harus diberikan
aksesbilitas karena aksesbilitas adalah dua sisi mata uang yang saling terkait
jika kita berbicara tentang inklusi. Untuk menjadi inklusi aksesbilitas adalah
syaratnya. Aksesbilitas dirancang untuk memastikan agar setting umum yang dibuat agar sedapat mungkin ramah dengan
keberadaan kaum difabel.
Sebenarnya
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah
disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Menyebut pendidikan yang
berkeadilan serta tidak diskriminatif ada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif, secara spesifik
dalam pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan
inklusif menyediakan program pendidikan yang layak, menantang tetapi
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan (Stainback,1980).
Kebutuhan
belajar bagi kaum difabel tidak hanya sebatas pada satuan pendidikan dasar dan
menengah saja. Melalui landasan yuridis tersebut, kaum difabel kini mempunyai
hak untuk menikmati pendidikan tanpa terkecuali di Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan
yang bermutu dan tanpa diskriminasi memberikan kesempatan untuk mengembangkan
potensi yang mereka miliki. Memang, ukuran pencapaian nilai kaum difabel tidak
bisa disamakan dengan kita, tetapi dapat dilihat dari aspek kesesuaian program
studi yang mereka pilih dibarengi dengan penyediaan fasilitas penunjang bagi
mereka.
Gagasan Kampus Inklusi
Gagasan
kampus inklusi bagi Universitas Negeri Semarang (UNNES) perlu dicanangkan. Melihat
fakta yang ada , salah satu mahasiswa di sebuah fakultas di UNNES adalah
penyandang difabel. Mahasiswa tersebut tidak bisa kita abaikan untuk tidak
diberi akses, dia mempunyai hak yang sama dalam mengakses segala informasi
dengan tetap menyesuaikan kebutuhannya. Jika universitas ini berkomitmen
membuka akses pendidikan bagi penyandang difabel dibutuhkan persiapan infrastruktur
dan suprastruktur dengan baik. Menurut saya, beberapa syarat minimal yang harus
dipenuhi jika kampus ini akan dijadikan lembaga pendidikan inklusi :
Pertama,
pihak birokrasi yang harus mengubah
perspektif tentang difabilitas. Salah satu caranya dengan proses sosialisasi
kampus inklusi bagi semua program studi / jurusan yang ada di UNNES untuk
menyatukan suara mewujudkan UNNES inklusif . Dari sana diharapkan terbentuk
kelompok kerja yang dapat merumuskan program dan langkah-langkah yang harus
diwujudkan UNNES sebagai kampus inklusi. Untuk memperkuat hal tersebut dapat
dilakukan ngawruh ilmu dengan kampus
lain yang telah mendeklarasikan sebagai kampus inklusi. Ke depan dapat ditindaklanjuti
proses sosialisasi ke sekolah inklusi.
Kedua,
menyusun kebijakan pola pengajaran yang sensitif dengan disabilitas. Hal ini
penting dilakukan untuk membuat rambu-rambu pada staf dan pengajar untuk tidak
bersikap diskriminatif pada mahasiswa difabel yang mengikuti perkuliahan di
kelas-kelas. Pengembangan pengetahuan staf pengajar mengenai strategi mengajar
mahasiswa difabel. Training dan workshop dapat memenuhi kebutuhan ini.
Secara tidak langsung juga pengembangan pengetahuan staf pengajar mengenai disabilitas merupakan salah satu
upaya mengubah cara pandang staf pengajar memandang disabilitas.
Ketiga,
membuat database khusus mahasiswa
difabel, hal ini penting dibuat untuk mempermudah pemberian informasi pada
dosen yang akan mengajar di kelas. Pemberian informasi sebelum proses
perkuliahan berjalan penting diberikan agar dosen terkait menyediakan pola
pengajaran yang tepat bagi mahasiswa difabel. Selain itu, database ini menjadi bahan pertimbangan bagi tata usaha untuk
menyediakan ruang perkuliahan yang mudah diakses oleh mahasiswa yang
bersangkutan.
Keempat,
membuka regulasi penerimaan mahasiswa penyandang difabel melalui Seleksi Khusus
Program Penyandang Disabilitas (SKPPD) yang mempermudah mahasiswa difabel
mendaftarkan diri ke UNNES. Tak hanya itu, beasiswa untuk mahasiswa difabel
yang tidak mampu juga pun perlu sediakan seperti layaknya mahasiswa UNNES
lainnya. Tetapkan target jangka pendek dan panjang yang ingin UNNES bangun.
Melalui seleksi khusus, pihak universitas dapat memfokuskan akan menerima
mahasiswa difabel dengan bentuk keistimewaan seperti apa. Mungkin di tahun
pertama UNNES ingin menjangkau kaum tunarungu dan tunadaksa dahulu atau yang
lainnya.
Kelima,
menciptakan lingkungan akademik yang sensitif dengan difabel. Lingkungan
akademik yang sensitif dengan difabel meliputi : gedung perkuliahan,
perpustakaan, bahan pustaka dan proses perkuliahan. Gedung perkuliahan yang
sudah di UNNES tidak perlu dibongkar, cukup dimodifikasi dengan kebutuhan
mahasiswa difabel yang bersangkutan. Misalnya, membuat jalan khusus bagi
mahasiswa yang menggunakan kursi roda atau mempermudah akses jalan dari lantai
satu ke lantai lain di atas atau di bawahnya.
Keenam,
memberikan penyadaran terhadap mahasiswa UNNES terhadap kaum difabel yang
kuliah di UNNES. Pemberian role model
tentang cara memperlakukan mahasiswa difabel sesuai dengan keistimewaannya
menjadikan mahasiswa UNNES dapat berdampingan dan berinteraksi dengan mahasiswa
difabel. Misalnya dengan program pendampingan belajar bagi mahasiswa difabel
dalam melakukan aktivitas-aktivitas akademik.
Ketujuh,
membentuk lembaga layanan mahasiswa difabel. Keberadaan lembaga layanan
mahasiswa difabel layak diperlukan dalam kampus inklusi. Mengapa ? seringkali
diskriminasi yang dialami oleh mahasiswa difabel secara berangsur-angsur membuat
tekanan psikologis yang efeknya berpengaruh dalam menjalani perkuliahan. Di
sini lah peran lembaga mahasiswa difabel diperlukan untuk meminimalisir dampak
diskriminasi yang dialami mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Kedelapan,
menanamkan dalam diri kita, kalau kaum difabel bukan produk Tuhan yang gagal
karena Tuhan tidak pernah menciptakan produk gagal, kaum difabel tidak perlu
dikasihani tetapi perlu diberikan kesempatan, itulah pesan dari Drs. Ciptono,
peraih Kick Andy Hero, Guru Luar
Biasa.
Akhirnya
konsep pendidikan inklusi dengan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya
termanifestasikan jika seluruh elemen kampus memiliki kemauan yang kuat untuk
menerima perbedaan dan hidup di dalam keberagaman dengan menghilangkan
kebiasaan curiga dan memandang remeh orang lain.
*Mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan