Kamis, 19 November 2015 | 20.00 WIB
Oleh : Budi Wicaksono*
Tak lama lagi, bangsa kita akan
menyelenggarakan perhelatan akbar pesta demokrasi yaitu pemilihan kepala daerah
(Pilkada)
serentak pada tanggal 9 Desember 2015. Sebuah momentum yang menentukan
keberlanjutan pemerintahan daerah di negeri ini. Dalam perhelatan demokrasi
ini, setiap warga negara wajib diakomodasi hak mereka dalam menyalurkan suara
untuk memilih pemimpin yang dinilai layak untuk membawa daerahnya ke dalam
kondisi pemerintahan yang lebih baik.
Namun, tidak dapat dipungkiri
berbagai kelompok rentan seperti pemilih pemula, serta kelompok pemilih difabel
acapkali terabaikan dalam proses penyelenggaraan demokrasi. Berbagai hambatan
lingkungan maupun sosial seringkali mengabaikan proses penyelenggaraan pesta
demokrasi ini.
Seharusnya kita memastikan agar
akses informasi yang luas dapat tersampaikan dalam rangka mendorong partisipasi
kelompok di atas sebagai pemilih cerdas yang dapat menggunakan hak pilih mereka
secara cerdas.
Berdasarkan data ASEAN General
Election for Disability Access (AGENDA), difabel di seluruh dunia tercatat
mencapai 15 persen dari total jumlah penduduk. Sementara jumlah difabel di Asia
Tenggara mencapai 90 juta orang dari 600 juta penduduk dan untuk Indonesia
berdasarkan data Susenas tahun 2003 jumlahnya diperkirakan 2.454.359 jiwa.
Terkait data difabel memang masih
mengundang banyak perdebatan karena jumlahnya bisa jauh lebih banyak
dibandingkan data tersebut. Oleh sebab itu, komisi pemilihan umum (KPU)
seharusnya melibatkan mitra difabel secara maksimal dalam merancang sistem
pemilihan yang aksesibel bagi seluruh ragam difabel.
"Oleh sebab itu, komisi
pemilihan umum (KPU) seharusnya melibatkan mitra difabel secara maksimal dalam
merancang sistem pemilihan yang aksesibel bagi seluruh ragam difabel"
Pertanyaannya adalah apakah
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada Serentak
nanti benar-benar siap mengakomodasi suara pemilih difabel mulai terkait
soal lokasi tempat pemungutan suara (TPS) hingga bentuk bilik suara? Tentunya
untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan data pemilih difabel dalam Daftar
Pemilih Sementara (DPS) untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam Daftar Pemilih
Tetap (DPT) yang akan menjadi basis data Komite Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS) saat pemungutan suara.
Belum dipisahkannya data pemilih
difabel juga disebabkan oleh kurangnya kontribusi keluarga yang memiliki
anggota difabel untuk mencakupkan pemilih difabel dalam Pilkada ini. Banyak
keluarga yang menganggap difabel adalah “aib”. Hal ini terjadi mengingat
kuatnya stigma negatif yang menempatkan warga difabel sebagai warga kelas dua.
Adapun beberapa kendala bagi
pemilih difabel dalam Pilkada 9 Desember nanti di antaranya: lokasi TPS yang
menyulitkan pemilih, minimnya data pemilih difabel yang berimplikasi pada
minimnya sarana bag pemilih difabel, sosialisasi Pilkada bagi difabel yang
kurang masif dan dengan menggunakan media yang kurang aksesibel serta
terjaminnya kerahasiaan pilihan walaupun pemilih harus didampingi di bilik
suara.
Bila kita mengabaikan beberapa
catatan ini, itu berarti mencederai demokrasi kita. Bahwa sesungguhnya
Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak-hak
Difabel yang berarti Indonesia harus siap menegakkan delapan prinsip CRPD yakni
: penghormatan atas martabat yang dimiliki, otonomi dan kemandirian individu,
non – diskriminasi, partisipasi secara penuh dan efektif, inklusi keikutsertaan
masyarakat, penghormatan atas perbedaan dan penerimaan terhadap difabel sebagai
bagian dari kemanusiaan dan keragaman manusia, kesempatan yang sama,
aksesbilitas, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, penghormatan atas
kapasitas anak difabel dan hak mereka untuk mempertahankan identitasnya.
Sekarang waktunya segenap pihak
bersama-sama bergandeng tangan menyiapkan Pilkada Serentak 9
Desember agar ramah dengan difabel dengan cara menjadikan dokumen
CRPD sebagai acuan dalam menata sistem pemilihan agar lebih manusiawi. Pilkada
yang manusiawi menciptakan inklusivitas dalam pemerintahan ke depan. Salam
Kesetaraan!
"Sekarang waktunya segenap
pihak bersama-sama bergandeng tangan menyiapkan Pilkada Serentak 9
Desember agar ramah dengan difabel dengan cara menjadikan dokumen
CRPD sebagai acuan dalam menata sistem pemilihan agar lebih manusiawi"
*Mahasiswa Jurusan
Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang