Oleh
: Budi Wicaksono *
Sekolah luar biasa yang selama ini
kita kenal sebagai penjara bagi anak-anak berkebutuhan khusus dirasa sudah
tidak efektif lagi pelaksanaannya. Hadirnya sekolah inklusi ditengarai mampu
menjawab masalah yang sering dihadapi oleh penyelenggara pendidikan luar biasa.
Pendidikan inklusi merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu dimana setiap
anak dilayani sesuai dengan kebutuhan khususnya. Semua anak diusahakan untuk
mendapatkan pelayanan secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan
atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, tenaga pendidik dan
kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Adanya
penyesuaian terhadap kebutuhan peserta didik yang berbeda-beda memungkinkan setting yang berbeda dengan model
pendidikan yang sudah ada sekarang.
Makna Baru Pendidikan Inklusi
Galuh
Sukmara Soejanto, S.Psi, M.A , seorang deaf
educator dari Rumah Belajar The Little Hijabi for Special Needs Childreen, Bekasi mengatakan selama ini guru-guru di
sekolah luar biasa salah dalam mendidik anak diffabel. Kerap kali guru
memaksakan anak diffabel, misalnya anak tuna rungu untuk bisa bicara dengan
cara melatih terus menerus dan memaksakan agar dapat berkomunikasi . Kondisi
amat disayangkan oleh Master Sign of
Linguistics La Trobe University, Bundoora, Melbourne ini. Memaksakan dan
melatih anak tuna rungu agar dapat berbicara bukan solusi yang tepat. Justru di
sini lah peran guru sangat berperan dalam penyampaian bahasa isyarat. Sign Languange Instructor ini
menjelaskan penyampaian bahasa isyarat kepada anak-anak tuna rungu jauh lebih
memanusiakan mereka daripada harus memaksa mereka untuk berbicara.
Kecenderungan yang ada, anak-anak tuna rungu lebih terbiasa menggunakan oral untuk berkomunikasi karena tidak
diajarkan bahasa isyarat di sekolah. Kebetulan Galuh merupakan penyandang tuna
rungu dan beliau pernah merasakan betapa sulitnya berkomunikasi dengan
menggunakan oral. Memerhatikan setiap
gerakan mulut agar mengetahui apa yang diutarakan menjadi hambatan terbesar
bagi mereka. Oleh karenanya penyandang tuna rungu harus belajar bahasa isyarat.
Stigma yang mengatakan kalau bahasa isyarat akan membuat kemuduran bahasa jelas
tidak benar adanya.
Konsep pendidikan inklusi yang diangkat oleh principal Sekolah Karakter Islam Nur Al-Hiraa (Inclusive school) ini tergolong baru. Di sekolahnya, Galuh
menanamkan bagaimana caranya pendidik dapat memahami kebutuhan setiap anak
difabel yang berbeda-beda. Sengaja beliau menjadikan satu anak-anak
berkebutuhan khusus di sekolahnya tanpa adanya sekat. Inilah makna inklusi
sebenarnya, tanpa adanya sekat khusus yang membatasi mereka untuk saling
berinteraksi satu sama lain. Di sinilah peran bahasa isyarat diperlukan, tak
hanya untuk penyandang tuna rungu saja tetapi untuk semua anak dengan
karakteristik yang mereka miliki.
Model Pendidikan Inklusi
Selama ini model
pendidikan inklusi yang diselenggarakan pemerintah adalah model pendidikan
inklusi moderat. Adapun model moderat
meliputi pertama, pendidikan
inklusi yang memadukan terpadu dan inklusi penuh, dimana model ini menyertakan
peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual di
kelas reguler. Kedua, model
pendidikan mainstreaming,
dimana model ini memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus dalam hal ini sekolah luar biasa dengan pendidikan reguler. Peserta didik
berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa
waktu saja.
Berbeda dengan model yang sudah ada,
Galuh Sukmara Soejanto, S.Psi, M.A mencoba mengembangkan model pendekatan yang
lebih humanis, dimana beliau lebih menekankan pada penyesuaian kebutuhan
peserta didiknya berdasarkan kelainan, potensi kecerdasannya dan
atau bakat istimewa yang dimilikinya. The
Little Hijabi Homeshooling, Bekasi merupakan salah satu role model inovasi pendidikan inklusi. Dengan
sistem homeschooling , guru
mendampingi setiap siswa berkebutuhan khusus paling tidak 4-5 orang. Kemudian
guru memberikan materi berdasarkan keinginan siswa. Proses penyampaian materi
ajar pun disesuaikan dengan prinsip kenyamanan, maksudnya ketika anak merasa
lebih mudah dan nyaman untuk menangkap materi maka guru dapat menggunakan gaya
belajar tersebut untuk menyampaikan
materi. Di sini jelas setiap siswa memiliki gaya belajar sendiri-sendiri untuk
itu guru bukanlah satu-satunya dijadikan sumber belajar tetapi siswalah yang
dijadikan fokus sumber belajar guru. Galuh selalu menekankan kepada orang tua
yang menyekolahkan anaknya di The Little
Hijabi Homeschooling untuk lebih
mengapresisasi anak berkebutuhan khusus tanpa memandang sebelah mata kekurangan
yang dimilikinya. Apresiasi ini akan menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat
pada anak. Hal ini sangat penting bagi proses perkembangan anak.
Pada
akhirnya konsep inklusi memberikan pemahaman pada kita mengenai pentingnya
penerimaan anak-anak yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan
atau bakat istimewa untuk diberikan kesempatan mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya.
*Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar